Rabu, 28 Januari 2015

Komunikasi yang Sehat

Ramadhan adalah bulan komunikasi. Tentu saja, karena di bulan suci inilah kita diminta untuk meningkatkan komunikasi dengan Tuhan. Secara horizontal, kita pun diminta untuk ‘merasakan’ lapar dan haus sehingga komunikasi kita dengan orang-orang yang biasa berlapar dan haus bisa kembali efektif. Dan puncaknya, pada saat lebaran nanti, komunikasi itu benar-benar harus kembali suci: ke semua unsur yang pernah berkomunikasi dengan kita. Yang jauh maupun yang dekat. Yang disengaja maupun yang tidak disengaja.
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan pernah bisa lepas dari komunikasi. Bahkan, Tom Hanks yang memerankan seorang kurir dalam film Cast Away pun tetap (harus) menjaga komunikasi saat ia terdampar di sebuah pulau terpencil seorang diri, kendati tidak ada seorang manusia pun di sana. Dan ketika sebagian besar manusia beristirahat di malam hari, Tuhan pun menyediakan waktu bagi hamba-hamba-Nya yang ingin berkomunikasi. Dan untuk itu, ‘hadiah’ yang disediakan-Nya teramat besar.
Namun, sebagai makhluk tertinggi yang sempurna diberi akal sehingga bisa bersifat seperti malaikat, maupun hawa nafsu yang apabila tidak bisa dikontrol bisa membuatnya bersifat seperti iblis, manusia tidak pernah bersyukur atas nikmat komunikasi. Betapa banyak manusia-manusia yang menyalahgunakan komunikasi demi keuntungan pribadi semata. Betapa banyak dari mereka yang rela ‘berkomunikasi’ demi menjerumuskan sesama. Betapa komunikasi didisain sedemikian rupa agar manusia-manusia ini menjadi ‘pemenang’ dan berhak mendapatkan penghargaan Good Communicator of The Year.
Komunikasi sudah dijadikan ajang untuk memanipulasi. Komunikasi digunakan hanya untuk mendapatkan tujuan yang diinginkan, tanpa memikirkan apakah orang lain mampu memberikannya atau tidak. Manusia-manusia ini merajuk, mencibir, mengancam, membujuk, atau melakukan apapun yang dapat dilakukannya (hanya) untuk membuat orang lain mau memenuhi apa yang diinginkan. Komunikasi sudah dijadikan ajang untuk saling berbohong. Berapa banyak hubungan yang hancur hanya karena jenis komunikasi ini. Berbohong, melebih-lebihkan, mempermainkan, dan penipuan secara umum, semuanya dapat mengakibatkan kebingungan dan sakit hati. Mereka menggoyahkan dasar hubungan dan akhirnya dapat melanggar kepercayaan. Komunikasi pun sudah dijadikan ajang untuk berpesan ganda, yaitu mengatakan satu hal tetapi ia malah melakukan hal lain. Inilah bentuk ketidakjujuran yang sangat umum. Ini juga akan menjanjikan sesuatu, baik dengan tindakan ataupun ucapan, yang tidak terpenuhi. Pesan ganda menyebabkan banyak kebingungan. Manusia-manusia yang sering melakukannya lebih suka mengatasnamakan kebenaran dari pada ucapannya sendiri (baca: kenyataan).
Mumpung bulan Ramadhan masih di muka, perbaikilah komunikasi kita dengan siapapun. Minimal, perbaikilah komunikasi sobat baraya secara horizontal, demi menjaga kestabilan hidup sobat baraya sebagai makhluk sosial. Apalagi jika itu semua didukung dengan komunikasi secara vertikal yang mumpuni. Sudah banyak bukti yang menunjukkan pengaruh positif bagi kehidupan saat komunikasi kita dengan Tuhan berjalan ‘baik-baik saja’. Pikiran kita menjadi jernih saat ingin memutuskan sesuatu. Komunikasi kita secara horizontal menjadi terjaga sehingga tidak perlu lagi memanipulasi, berbohong, maupun melakukan pesan ganda.
Jika ketiga komunikasi yang negatif itu kita hindari, kita buang jauh-jauh, maka komunikasi yang efektif sudah sobat baraya pegang. Berbahagialah bersama pasangan sobat baraya dan reguk kenikmatan bersama-sama. Sebarkan komunikasi yang sehat ke semua orang yang ada di keluarga sobat baraya, pada sahabat-sahabat sobat baraya, maupun pada orang-orang yang sobat baraya temui di jalan-jalan. Yakinlah jika nanti sobat baraya—pada akhirnya—akan tersenyum bahagia. Selamanya….[]
NB: Sebuah tamparan keras untuk Bang Aswi!

Penerbitan dan Percetakan

Beberapa orang seringkali menganggap bahwa penerbitan adalah percetakan dan begitu pula sebaliknya. Padahal, keduanya tidak hanya berbeda secara pelafalan tetapi juga berbeda secara pasti; bahwa keduanya adalah dua perusahaan yang berdiri sendiri kendati keduanya tidak bisa dipisahkan dan saling membutuhkan.
Menurut KBBI, penerbit adalah perusahaan dan sebagainya yang menerbitkan buku, majalah, dan sejenisnya; sedangkan penerbitan adalah proses, cara, atau perbuatan menerbitkan. Percetakan sendiri bermakna tempat atau perusahaan yang berhubungan dengan masalah cetak-mencetak buku, majalah, dan sejenisnya.
Mengutip dari buku “Taktis Menyunting Buku” karangan Bambang Trim, penerbit buku adalah lembaga atau institusi yang mengolah naskah mentah dari penulis/pengarang hingga menjadi bahan siap cetak dalam bentuk dummy(prototype buku). Penerbit berbeda dengan percetakan karena modal utamanya adalah gagasan yang kemudian diolah menjadi buku siap terbit. Sedangkan percetakan, modal utamanya adalah mesin-mesin yang digunakan untuk menerima order cetak, termasuk buku. Tidak semua penerbit memiliki percetakan dan memang tidak harus pula memiliki percetakan.
Tidak ada undang-undang yang mengharuskan penerbit memiliki badan hukum ataupun perizinan sendiri di Indonesia, seperti halnya perusahaan penerbitan pers yang disarankan memiliki surat izin usaha penerbitan pers (SIUPP). Oleh karena itu, siapa pun dapat membentuk badan penerbit, termasuk perseorangan yang kerap disebut self-publisher. Siapa pun boleh menerbitkan buku tanpa memerlukan izin penerbitan sepanjang mengikuti etiket, norma, serta undang-undang hak cipta yang berlaku. Akan tetapi, dalam konteks bisnis yang lebih luas, penerbit tentu memerlukan badan hukum seperti yayasan, perseroan komanditer, perseroan terbatas, atau unit pelaksana teknis (UPT) di perguruan tinggi.
Penerbit >< Percetakan
investasi minim >< investasi besar
running by program >< running by order
BEP dalam jangka pendek >< BEP dalam jangka panjang
margin keuntungan besar >< margin keuntungan kecil
risiko: produk tak terjual >< risiko: kesalahan cetak
Di Indonesia, penerbit-penerbit yang sekaligus memiliki percetakan adalah para penerbit besar seperti Gramedia, Erlangga, Yudhistira, Bumi Aksara, Penebar Swadaya, Grafindo Media Pratama, Kanisius, Intan Pariwara, dan Tiga Serangkai. Biasanya percetakan itu menjadi pendukung untuk pencetakan buku secara massal dan cepat. Ada juga penerbit-penerbit lain semacam Sygma, Mizan, Salamadani, dan lain-lain yang juga memiliki percetakan, namun masih dalam skala kecil sehingga tak jarang mereka juga meng-order pencetakan pada percetakan lain.[]

Minggu, 11 Januari 2015

AKHIR TAHUN…”MAU DIBAWA KEMANA HUBUNGAN KITA…”

Melihat Judul Posting : Akhir Tahun….“Mau dibawa kemana hubungan kita…” teringat akan sepenggal lirik lagu yang dibawakan oleh Armada Band. Hal ini sering kita temui dalam pelaksanaan kontrak dimana hubungan antara PPK sebagai Pihak Pertama dengan Penyedia sebagai Pihak Kedua dalam sebuah perjanjian yang pada akhir tahun sering diperhadapkan kondisi lapangan dimana pelaksanaan pekerjaan/progres fisiknya belum mencapai 100%. Bagaimana jika hal tersebut terjadi? Dalam kesempatan ini saya akan mencoba mengupas sedikit pengetahuan saya tentang hal tersebut.
Pelaksanaan Pekerjaan yang dibiayai APBD menggunakan kontrak tahun tunggal sering membuat PPK panas-dingin dalam penentuan keputusan yang akan diambil pada akhir tahun anggaran. Merujuk pada Perpres 54 Tahun 2010 dan perubahnnya Pasal 52 ayat (1), Kotrak Tahun Tunggal adalah Kontrak yang pelaksanaan pekerjaannya mengikat dana anggaran selama masa 1 (satu) Tahun Anggaran (1 Januari s/d 31 Desember). Dalam Pasal 93 tentang Pemutusan Kontrak tersirat pemberian kesempatan 50 hari kalender sejak masa berakhirnya pelaksanaan pekerjaan kepada penyedia  untuk menyelesaikan pekerjaan.
Untuk kegiatan dengan sumber dana APBN sudah ada Peraturan Menteri Keuangan tentang Pelaksanaan Sisa Pekerjaan Tahun Anggaran Berkenaan Yang Dibebankan Pada DIPA Tahun Anggaran Berikutnya. Namun untuk kegiatan dengan sumber Dana APBD, belum ada regulasi khusus penanganan pekerjaan akhir tahun yang mengatur tentang tata cara pelaksanan sisa pekerjaan yang dibebankan pada DPA tahun anggaran berikutnya, kecuali dalam keadaan kahar. Sehingga keputusan PPK memberikan kesempatan waktu kepada penyedia yang melebihi tahun anggaran harus benar-benar dipikirkan matang-matang.
Dalam kontrak konstruksi, diatur hak dan kewajiban masing-masing pihak dan hal-hal lain yang dianggap perlu diatur demi menjamin pelaksanaan pekerjaan konstruksi tersebut. Dan hal-hal yang diatur di dalam kontrak, berdasarkan ketentuan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, mengikat bagi kedua pihak.
Pemutusan kontrak merupakan salah satu persoalan yang diatur di dalam kontrak, dimana pemutusan kontrak  umumnya diatur di dalam Syarat-Syarat Umum Kontrak (SSUK) yaitu suatu dokumen yang merupakan satu kesatuan dan bagian yang tak terpisahkan dari kontrak. Berdasarkan Peraturan Menteri PU No. 07/PRT/M/2011, pemutusan kontrak dapat dilakukan sepihak, baik oleh pihak penyedia atau pihak PPK.
Pemutusan kontrak ini dapat dilakukan melalui pemberitahuan tertulis, jadi tidak harus melalui pengadilan berdasarkan ketentuan Pasal 1266 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Hal-hal yang dapat menjadi dasar pemutusan kontrak adalah:
  • Penyedia lalai/cidera janji dalam melaksanakan kewajibannya dan tidak memperbaiki kelalaiannya dalam jangka waktu yang telah ditetapkan;
  • Penyedia tanpa persetujuan Pengawas Pekerjaan, tidak memulai pelaksanaan pekerjaan;
  • Penyedia menghentikan pekerjaan selama 28 (duapuluh delapan) hari dan penghentian ini tidak tercantum dalam program mutu serta tanpa persetujuan Pengawas Pekerjaan;
  • Penyedia berada dalam keadaan pailit;
  • Penyedia selama masa kontrak gagal memperbaiki cacat mutu dalam jangka waktu yang ditetapkan oleh PPK;
  • Penyedia tidak mempertahankan keberlakuan jaminan pelaksanaan;
  • Denda keterlambatan pelaksanaan pekerjaan akibat kesalahan penyedia sudah melampaui 5% (lima perseratus) dari nilai kontrak dan PPK menilai bahwa Penyedia tidak akan sanggup menyelesaikan sisa pekerjaan;
  • Pengawas Pekerjaan memerintahkan penyedia untuk menunda pelaksanaan atau kelanjutan pekerjaan, dan perintah tersebut tidak ditarik selama 28 (duapuluh delapan) hari;
  • PPK tidak menerbitkan SPP untuk pembayaran tagihan angsuran sesuai dengan yang disepakati sebagaimana tercantum dalam SSKK;
  • Penyedia terbukti melakukan KKN, kecurangan dan/atau pemalsuan dalam proses pengadaan yang diputuskan oleh instansi yang berwenang ; dan/atau
  • Pengaduan tentang penyimpangan prosedur dugaan KKN dan/atau pelanggaran persaingan sehat dalam pelaksanaan pengadaan dinyatakan benar oleh instansi yang berwenang.
Dalam hal pemutusan kontrak dilakukan oleh karena kesalahan penyedia, maka konsekuensinya adalah :
  • Jaminan Pelaksanaan dicairkan;
  • Sisa uang muka harus dilunasi oleh penyedia atau jaminan uang muka dicairkan;
  • Penyedia membayar denda; dan/atau
  • Penyedia dimasukkan dalam Daftar Hitam.
Pemutusan kontrak yang dilakukan oleh PPK dengan alasan keterlambatan penyedia dalam melaksanakan pekerjaan tentunya harus melalui prosedur-prosedur tertentu seperti diberikan peringatan secara tertulis atau dikenakan ketentuan tentang kontrak kritis. Kontrak dinyatakan kritis apabila:
  • Dalam periode I (rencana fisik pelaksanaan 0%-70% dari kontrak), realisasi fisik pelaksanaan terlambat lebih besar 10% dari rencana;
  • Dalam periode II (rencana fisik pelaksanaan 70%-100% dari kontrak), realisasi fisik pelaksanaan terlambat lebih besar 5% dari rencana;
  • Rencana fisik pelaksanaan 70%-100% dari kontrak, realisasi fisik pelaksanaan terlambat  kurang dari 5% dari rencana dan akan melampaui tahun anggaran berjalan.
Penanganan kontrak kritis tersebut dilakukan dengan rapat pembuktian atau Show Cause Meeting (SCM) dengan prosedur sebagai berikut:
  • Pada saat kontrak dinyatakan kritis direksi pekerjaan menerbitkan surat peringatan kepada penyedia dan selanjutnya menyelenggarakan SCM.
  • Dalam SCM direksi pekerjaan, direksi teknis dan penyedia membahas dan menyepakati besaran kemajuan fisik yang harus dicapai oleh penyedia dalamperiode waktu tertentu (uji coba pertama) yang dituangkan dalam berita acara SCM Tahap I;
  • Apabila penyedia gagal pada uji coba pertama, maka harus diselenggarakan SCM Tahap II yang membahas dan menyepakati besaran kemajuan fisik yang harus dicapai oleh penyedia dalam periode waktu tertentu (uji coba kedua) yang dituangkan dalam berita acara SCM Tahap II;
  • Apabila penyedia gagal pada uji coba kedua, maka harus diselenggarakan SCM Tahap III yang membahas dan menyepakati besaran kemajuan fisik yang harus dicapai oleh penyedia dalam periode waktu tertentu (uji coba ketiga) yang dituangkan dalam berita acara SCM Tahap III;
  • Pada setiap uji coba yang gagal, PPK harus menerbitkan surat peringatan kepada penyedia atas keterlambatan realisasi fisik pelaksanaan pekerjaan.
Dalam hal terjadi keterlambatan rencana fisik pelaksanaan 70%-100% dari kontrak, realisasi fisik pelaksanaan terlambat kurang dari 5% dari rencana dan akan melampaui akhir tahun anggaran berjalan, maka PPK dapat langsung memutuskan kontrak secara sepihak dengan mengesampingkan Pasal 1266 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata setelah dilakukan rapat bersama atasan PPK sebelum tahun anggaran berakhir.
Selain itu pemutusan kontrak secara sepihak oleh PPK juga dibenarkan oleh Peraturan Presiden No. 70 Tahun 2012 Pasal 93 apabila :
  • Kebutuhan barang/jasa tidak dapat ditunda melebihi batas berakhirnya kontrak;
  • Penyedia barang/jasa cidera janji dan tidak memperbaiki kelalaiannya;
  • Penyedia diyakini tidak mampu menyelesaikan pekerjaan walaupun diberi waktu sampai dengan 50 hari kalender sejak masa berakhirnya pelaksanaan pekerjaan;
  • Penyedia tidak dapat menyelesaikan pekerjaan setelah diberi waktu 50 hari kalender.
Keputusan PPK untuk melakukan pemutusan kontrak sepihak menjadi sebuah dilema yang sering dihadapi antara lain:
  • Penyerapan anggaran tidak terpenuhi
  • Output hasil dari pekerjaan tidak tercapai
  • Pelayanan publik dalam pemanfaatan hasil pekerjaan tidak tercapai
  • Intervensi dan tekanan
  • Konsekuensi positif dan negatif yang harus dihadapi
  • Dampak hukum
Dari keseluruhan uraian tadi maka dapat disimpulkan bahwa:
  • Sengketa yang timbul dari suatu kontrak konstruksi antara pemerintah yang diwakili oleh PPK dan pihak penyedia merupakan sengketa keperdataan oleh karena ketika pemerintah melakukan suatu tindakan dalam lapangan keperdataan dan tunduk pada ketentuan hukum perdata maka pemerintah bertindak sebagai wakil dari badan hukum bukan wakil dari jabatan. Dengan demikian kedudukan pemerintah dalam hal ini setara dengan kedudukan penyedia, sehingga tindakan penyedia mengajukan gugatan terhadap PPK atas pemutusan kontrak di PTUN adalah suatu kekeliruan.
  • Kontrak merupakan undang-undang bagi para pihak yang membuatnya, dengan kata lain hal-hal yang diatur di dalam kontrak mengikat pihak-pihak yang mengadakan kontrak tersebut. Di dalam Syarat-Syarat Umum Kontrak berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri PU No. 07/PRT/M/2011 diatur mengenai pemutusan kontrak, dimana PPK dapat melakukan pemutusan kontrak secara sepihak apabila terjadi hal-hal tertentu yang menjadi alasan pemutusan kontrak. Hal ini merupakan pengesampingan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1266 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dimana pembatalan suatu kontrak harus dengan putusan Hakim. Ketentuan Pasal 1266 tersebut bias dikesampingkan berdasarkan asas kebebasan berkontrak dimana kedua belah pihak menyatakan secara tegas dalam kontrak untuk mengesampingkan ketentuan Pasal 1266 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
  • Pemutusan kontrak secara sepihak tentunya dilakukan melalui prosedur atau mekanisme yang telah ditentukan dalam Syarat-Syarat Umum Kontrak. Dengan kata lain, ada tahapan-tahapan yang harus dilakukan oleh PPK sebelum melakukan pemutusan kontrak, antara lain memberikan teguran secara tertulis dan mengenakan ketentuan tentang kontrak kritis dalam hal terjadi keterlambatan pelaksanaan pekerjaan oleh karena kelalaian penyedia.
Beberapa Tulisan mengenai penanganan kontrak di akhir tahun antara lain :
  1. Berakhir Kontrak dengan Pemutusan Kontrak? oleh Mudji Santosa
  2. Jadi PPK harus Sakti Mandraguna oleh Samsul Ramli
  3. Solusi Akhir Tahun dalam Pelaksanaan Kontrak PBJ oleh Khalid Mustafa
  4. Pemutusan Kontrak: Uji Nyali Di Bulan Desember oleh Rahfan Mokoginta
  5. Sedikit Coret-Coretan Solusi Kontrak Akhir Tahun APBD oleh Samsul Ramli
  6. Kontrak Tahun Tunggal, Harus(kah) Putus Kontrak Di Akhir Tahun (?) oleh Rahfan Mokoginta
  7. Restatement Keadaan Kahar/Memaksa oleh http://ditkumham.bappenas.go.id
  8. Dan masih banyak lagi artikel yang anda dapat search di mbah google dalam menghadapi pekerjaan akhir tahun sebagai literatur dalam pengambilan keputusan.
http://ahmaddamopolii.info/2014/12/19/akhir-tahun-mau-dibawa-kemana-hubungan-kita/