Selasa, 28 April 2015

UU No. 30/2014: Inilah Hak, Kewajiban, dan Diskresi Pejabat Pemerintahan

Sidang Paripurna DPR-RI pada Jumat (26/9) lalu telah menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) Administrasi Pemerintahan untuk disahkan sebagai Undang-Undang. Setelah disahkan oleh Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono, pada 17 Oktober 2014, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) saat itu, Amir Syamsudin.
Kehadiran UU yang terdiri atas 89 pasal ini dimaksudkan untuk menciptakan tertib penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan, menciptakan kepastian hukum, mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang, menjamin akuntabilitas Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan, memberikan perlindungan hukum kepada Warga Masyarakat dan aparatur pemerintahan, melaksanakan ketentuan peraturan peraturan perundang-undangan dan menerapkan Azas-azas Umum Pemerintahan Yang Baik (AUPB), dan memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada Warga Masyarakat.
Padal 6 UU ini menyebutkan, Pejabat Pemerintahan memiliki hak untuk menggunakan Kewenangan dalam mengambil Keputusan dan/atau Tindakan, yang di antaranya meliputi: a. Menyelenggarakan aktivitas pemerintahan berdasarkan Kewenangan yang dimiliki; b. Menetapkan Keputusan berbentuk tertulis atau elektronis dan/atau menetapkan Tindakan; c. Menerbitkan atau tidak menerbitkan, mengubah, mengganti, mencabut, menunda, dan/atau membatalkan Keputusan dan/atau Tindakan.
Selain itu juga: d. Menggunakan Diskresi sesuai dengan tujuannya; e. Menunjuk pelaksana harian atau pelaksana tugas untuk melaksanakan tugas apabila pejabat definitif berhalangan; f. Menerbitkan Izin, Dispensasi, dan/atau Konsesi sesuai dengan ketentuan; g. Memperoleh perlindungan hukum dan jaminan keamanan; h. Memperoleh bantuan hukum dalam pelaksanaan tugasnya; dan i. Menyelesaikan Upaya Administratif yang diajukan masyarakat atas Keputusan dan/atau Tindakan yang dibuatnya.
“Pejabat Pemerintahan berkewajiban untuk menyelenggarakan Administrasi Pemerintahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kebijakan pemerintahan, dan AUPB,” bunyi Pasal 7 UU ini.
Adapun kewajiban Pejabat Pemerintahan yang diatur UU ini di antaranya: a. Membuat Keputusan dan/atau Tindakan sesuai dengan kewenangannya; b.mematuhi persyaratan dan prosedur pembuatan Keputusan dan/atau Tindakan; c. Mematuhi UU ini dalam menggunakan Diskresi; d. Memberikan kesempatan kepada Warga Masyarakat untuk didengar pendapatnya sebelum membuat Keputusan dan/atau Tindakan sesuai dengan ketentuan; e. Memberitahukan kepada Warga Masyarakat yang berkaitan dengan Keputusan dan/atau Tindakan yang menimbulkan kerugian paling lama 10 (Sepuluh) hari kerja terhitung sejak Keputusan dan/atau Tindakan ditetapkan dan/atau dilakukan.
Selain itu juga: f. Memeriksa dan meneliti dokumen Administrasi Pemerintahan, serta membuka akses dokumen Administrasi Pemerintahan kepada Warga Masyarakat, kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang; g. Menerbitkan Keputusan terhadap permohonan Warga Masyarakat, sesuai dengan hal-hal yang diputuskan dalam keberatan/banding; dan i. Melaksanakan Keputusan dan/atau Tindakan yang sah dan Keputusan yang telah dinyatakan tidak sah atau dibatalkan oleh Pengadilan, pejabat yang bersangkutan, atau pejabat atasan, “Dan mematuhui putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap”.
UU ini menegaskan, bahwa wewenang Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dibatasi oleh: a. Masa atau tenggang waktu Wewenang; b. wilayah atau daerah berlakunya Wewenang; dan c. Cakupan bidang atau materi Wewenang.
“Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang telah berakhir masa atau tenggang waktu Wewenang tidak dibenarkan mengambil Keputusan dan/atau Tindakan,” bunyi Pasal 15 Ayat (2) Undang-Undang Nomor30 Tahun 2014 ini.
Diskresi
Undang-Undang ini juga mengatur masalah Diskresi atau Keputusan dan/atau Tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan.
Menurut UU ini, Diskresi hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan yang berwenang, dengan tujuan untuk: a. Melancarkan penyelenggaraan pemerintahan; b. Mengisi kekosongan hukum; dan c. Mengatasi stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu guna kemanfaatan dan kepentingan umum.
Diskresi dimaksud meliputi: a. Pengambilan Keputusan dan/atau Tindakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang memberikan suatu pilihan Keputusan dan/atau Tindakan; b. Pengambilan Keputusan dan/atau Tindakan karena peraturan perundang-undangan tidak mengatur; c. Pengambil Keputusan dan/atau Tndakan karena peraturan perundang-undangan tidak lengkap atau tidak jelas; dan d. Pengambilan Keputusan dan/atau Tindakan karena adanya stagnasi pemerintahan guna kepentingan yang lebih luas.
“Pejabat Pemerintahan yang menggunakan Diskresi harus memenuhi syarat sesuai dengan tjuan Diskresi, tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, sesuai dengan AUPB, berdasarkan alasan-alasan yang objektif, tidak menimbulkan Konflik Kepentingan, dan dilakukan dengan itikad baik,” bunyi Pasal 24 UU ini.
Adapun penggunaan Diskresi yang berpotensi mengubah alokasi anggaran wajib memperoleh persetujuan dari Atasan Pejabat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Persetujuan dimaksud dilakukan apabila penggunaan Diskresi menimbulkan akibat hukum yang berpotensi membebani keuangan negara. (Pusdatin/ES)

Rabu, 22 April 2015

Cara Mendidik Anak

Salah siapa jika Anak tumbuh nakal, mental buruk? semoga orang tua tidak salah mendidik anak, mulai dari rahim sampai usia 18 tahun.
Ada beberapa tahap mendidik anak pada masa tersebut seperti dianjurkan Rasulullah SAW.
Berikut ini, tahap mendidik tersebut, seperti dilansir Keluargacinta.com dari buku Athfalul Muslimin Kaifa Rabbahum Nabi al Amin karya Jamal Abdurrahman:
Tahap 1, Sebelum Anak Lahir Sampai Usia 3 Tahun.
Mendoakan calon bayi
Mendoakan dan memberikan perhatian saat anak dalam kandungan
Mendoakan saat bayi hendak lahir
Menyambut bayi dengan azan
Men-tahniq bayi
Mengajarkan atau memperdengarkan zikir dan doa kepada bayi
Mengeluarkan zakat (fitrah) sejak ia lahir
Menyayanginya
Memberinya nama yang baik pada usia 7 hari
Melaksanakan aqiqah pada usia 7 hari
Mencukur rambutnya dan bersedekah setara dengan berat rambut pada usia 7 hari
Bercanda dengan bayi
Menyebut anak dalam gelar orang tua
Meng-khitan
Menggendong bayi
Menanamkan tauhid sejak dini
Memperhatikan penampilan dan gaya rambutnya
Mengajarkan cara berpakaian
Selalu menghadirkan wajah ceria kepadanya
Menciumnya dengan penuh kasih sayang
Bercanda dan bermain dengan anak-anak
Memberi hadiah
Mengusap kepalanya sebagai bentuk kasih sayang
Mengajarkan dan meneladankan kejujuran pada anak.
Tahap II: Usia 4-10 Tahun
Membiasakan panggilan kasih sayang dengan nada lembut
Menemaninya bermain dan belajar
Mengajaknya berjalan sambil belajar
Memberikan kesempatan yang cukup untuk bermain
Menghargai permainannya
Menanamkan akhlak mulia
Mendoakannya
Mengajaknya berkomunikasi secara intensif dan minta pendapatnya
Mengajarkan amanah dan menjaga rahasia
Membiasakan makan bersama
Mengajarkan adab makan
Mengajarkan persaudaraan dan kerja sama
Melerai ketika anak-anak bertengkar
Melatih kecerdasannya dengan lomba dan cara lainnya
Memberikan hadiah kepada anak yang berhasil melakukan sesuatu atau berprestasi
Menjaga anak dengan zikir dan mengajarinya berzikir
Mengajarkan azan dan shalat
Mengajarkannya berani karena benar
Jika anak mampu, boleh ditunjuk sebagai imam.

Tahap III, Anak Usia 10-14 tahun
Membiasakan salam
Memberikan makanan dan pakaian yang layak
Membiasakan anak tidur cepat (tidak larut malam)
Memisahkan tempat tidurnya dari orang tua dan saudara yang berbeda jenis kelamin
Mengajari adab tidur
Membiasakan anak menjaga pandangan
Membiasakan anak menutup aurat
Mengajarkan anak tidak menyerupai lawan jenis
Menyayangi, bukan memanjakan
Merawat dan mendoakan ‘ekstra’ saat anak sakit
Meluruskan kesalahan anak dengan bijak
Jika anak melanggar, berikan hukuman mendidik bukan menghukum fisik
Mengajari anak dengan praktek dan keteladanan
Mengajarkan pengobatan alami tingkat dasar
Membangun komunikasi intensif dalam forum keluarga
Mengajarkan dan membiasakan adab masuk rumah
Mengajarkan adab bertamu
Mengajarkan dan membiasakan adab masuk kamar orang tua
Membiasakan anak menghadiri undangan dan bersilaturahim
Mengajarkan anak berbuat baik kepada tetangga
Menjaga anak dari pergaulan buruk
Mengajarkan dan membiasakan adab berbicara
Mengajarkan anak menghormati ulama
Membiasakan anak mengasihi teman
Mengajarkan anak hidup sederhana
Mengajarkan anak berjuang dalam kehidupan, menghadapi ujian dan kesulitan
Tahap IV, Anak usia 15-18 tahun
Memotivasi anak memanfaatkan dan mengoptimalkan waktu pagi
Memastikan anak mengisi waktu luang dengan hal-hal positif
Menguatkan kecintaan kepada Rasulullah dan Al Qur’an
Mengarahkan anak menjadi teladan dalam pergaulan
Mengajarkan kemandirian dan menjauhi kemalasan
Lebih memperhatikan kualitas pendidikan, ilmu dan Al Qur’an
Mengajari anak bahasa asing
Mengenali pola pikir anak
Memberikan nasehat pada momen yang tepat
Mengajaknya rekreasi bersama
Mengajari anak memikul amanah dan tanggungjawab
Memberinya tugas penting
Memupuk militansi dan semangat berjuang
Menumbuhkan semangat berkompetisi
Menanamkan motivasi untuk berhaji
Memahamkan dan memotivasi untuk menikah jika telah memiliki ba’ah
Selamat meneledani. (KeluargaCinta.com).