Jumat, 28 Mei 2010

LKPP dan LPSE dalam Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
http://www.lkpp.go.id/

Layanan Pengadaan Secara Elektronik
LPSE

Daftar Ahli Pengadaan Barang/Jasa Kabupaten Langkat
klik di sini

Pedoman Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
klik di sini

K9 web protection

Program ini merupakan program untuk memproteksi situs-situs yang tidak diinginkan. Baik digunakan para orangtua yang melindungi anaknya dari situs-situs porno.
Download sekarang juga di sini

Minggu, 16 Mei 2010

Profile Setting Operator 3G Indonesia

OPERATOR APN USERNAME PASSWORD
TELKOMSEL PRABAYAR flash kosongkan kosongkan
TELKOMSEL UNLIMITED telkomsel atau internet kosongkan kosongkan
IM3/MENTARI (DURASI) indosatgprs indosat@durasi indosat@durasi
IM3/MENTARI (VOLUME) indosatgprs indosat indosat
MATRIX BROADBAND indosat3g indosat indosat
IM2 indosatm2 Sesuai yg didaftarkan Sesuai yg didaftarkan
XL www.xlgprs.net xlgprs proxl
AXIS axis axis 123456
THREE 3gprs 3gprs 3gprs

Kamis, 13 Mei 2010

Download Teknik Inseminasi Buatan

http://118.98.163.253/download/view.php?file=47_PERTANIAN/budidaya_ternak/budidaya_ternak_ruminansia/tehnik_inseminasi_buatan_pada_ternak.pdf.

Glossary atau Istilah dalam IB

Abnormalitas sperma : Persentase sperma yang memiliki kelainan bentuk
fisik dalam satu contoh semen.
Abnormalitas primer : Abnormalitas sperma yang terjadi selama proses
pembentukannya (spermatogenesis) di dalam organ reproduksi jantan
(testes)
Abnormalitas sekunder : Abnormalitas sperma yang terjadi setelah proses
spermatogenesis terjadi serta akibat perlakuan pada saat pemeriksaan atau
pengolahan semen
Albumen : Putih telur
Ampulla vas deferens : Bagian ujung saluran yang menghubungkan testes
dengan urethra, tempat penyimpanan semen di dalam saluran kelamin
ternak jantan sebelum diejakulasikan
Canister : Silinder logam tipis tempat menyimpan semen beku dalam
Container Nitrogen cair.
Cervix uteri : Bagian saluran reproduksi ternak betina mamalia antara
vagina dan badan uterus.
Chilled semen : Semen cair. Satu bentuk hasil pengolahan semen dalam
bentuk cair yang disimpan pada suhu 5o C.
Cold shock : Peristiwa yang dialami sperma karena suhu rendah.
Container : Tanki logam tempat berdinding ganda yang dirancang untuk diisi
gas nitrogen cair yang bersuhu –196o C yang berguna untuk menyimpan
awetan semen dalam bentuk beku.
Corong karet : Karet atau bahan campuran karet dan plastik yang berbentuk
seperti corong yang berfungsi sebagai penyambung antara silinder utama
vagina tiruan dengan tabung penampung semen.
Densum : Kriteria kepadatan sperma yang memiliki jarak antar kepala
kurang dari satu kali panjang kepala sperma.
Deposisi semen : Pencurahan semen atau penyampaian semen di dalam
saluran reproduksi ternak betina.
Elektrojakulator : Alat bantu elektris untuk merangsang ternak jantan
mamalia supaya ereksi dan ejakulasi.
Equilibrasi : Proses penyesuaian sperma dengan kondisi lingkungan yang
merupakan tahap persiapan sperma untuk menjalani penurunan suhu agar
kerusakan/kematian sperma akibat penurunan suhu dapat diminimalisasi.
Ereksi : Kondisi ternak jantan yang terangsang secara seksual yang ditandai
dengan penegangan penis.
False mount : Satu tindakan meningkatkan libido hewan jantan dengan jalan
menurunkan pejantan yang sudah menaiki tubuh hewan betina pada saat
penampungan semen mengguna-kan metode vagina tiruan.
Fertilisasi : Pembuahan, pertemuan dan bersatunya sel kelamin jantan
(sperma) dengan sel kelamin betina (sel telur).
Filling and sealing : Salah satu tahapan proses pembuatan semen beku,
yaitu pengisian semen cair ke dalam kemasan serta penutupan kemasan.
Frozen semen : Semen yang diawetkan dalam bentuk beku.
Gliserolisasi : Proses penambahan gliserol ke dalam larutan semen cair
pada pembuatan semen beku.
Glycerol : Bahan yang berfungsi membantu mengurangi kerusakan sperma
akibat penurunan suhu yang sangat tajam pada proses pembuatan semen
beku.
Hypertonic stress : Stress yang dialami sperma akibat tingginya tekanan
osmotik larutan pada saat penurunan suhu dari 5o C ke –196o C.
Inner liner : Silinder karet tipis yang digunakan sebagai pelapis bagian
dalam vagina tiruan yang akan bersentuhan langsung dengan penis ternak
jantan.
Insemination gun : Aplikator untuk menyampaikan/mencurahkan semen
pada saat dilakukan inseminasi.
Isotonis : Tekanan osmotik larutan yang sama dengan tekanan osmotik
plasma darah.
Kamar hitung Neubauer : Alat dari kaca yang memiliki kotak-kotak kecil
berpresisi tinggi untuk menghitung sel darah atau mikroorganisme, termasuk
sperma.
Kloaka : Bagian ujung belakang saluran pencernaan ternak unggas,
sebelum anus.
Krioprotektan : Bahan atau senyawa kimia yang memiliki kemampuan
melindungi sel hidup seperti sperma dari kerusakan akibat penyimpanan
pada suhu yang sangat rendah.
KY Jelly : Jelly yang berfungsi sebagai pelicin/pelumas sewaktu pemasukan
thermometer atau benda lain ke dalam anus bayi.
Larutan Eosin 2 % : Larutan yang mengandung Eosin sebanyak 2 % yang
akan berdifusi ke dalam sel yang dindingnya sudah rusak.
Larutan NaCl Fisiologis : Larutan yang mengandung garam NaCl sebanyak
0,9 % dan bersifat isotonis.
Lensa objektif : Lensa pada mikroskop yang berhubungan dengan objek
dalam preparat.
Lensa okuler: Lensa pada mikroskop yang berhubungan dengan mata
pemeriksa.
Libido : Nafsu seksual hewan jantan.
Macrocephalic : Sperma yang memiliki ukuran kepala lebih besar dari
ukuran normal.
Makroskopik : Pengamatan secara kasar, tidak presisi.
Membran vitellin : Lapisan yang membungkus kuning telur
Microcephalic : Sperma yang memiliki ukuran kepala lebih kecil dari ukuran
normal.
Motil progresif : Sebutan untuk sperma yang hidup dan bergerak ke arah
depan secara aktif.
Motilitas sperma : Persentase sperma hidup dalam satu contoh semen.
Necro-spermia : Kriteria konsentrasi sperma yang diamati berdasarkan jarak
antar kepalanya. Pada kriteria ini di dalam preparat tidak terlihat adanya
sperma.
Oligo-spermia : Kriteria konsentrasi sperma yang diamati berdasarkan jarak
antar kepalanya. Pada kriteria ini di dalam preparat terlihat jarak antara satu
kepala sperma dengan kepala sperma lainnya lebih dari panjang satu sel
sperma keseluruhan.
Panthom : Patung hewan yang dibuat sebagai pengganti hewan pemancing
pada proses penampungan semen meng-gunakan metode vagina tiruan.
Pengenceran semen : Proses penambahan larutan pengencer ke dalam
semen dengan maksud memperbesar volume semen dan memperpanjang
daya hidup sperma dalam semen.
Pewarnaan diferensial : Satu metode pemeriksaan semen yang bertujuan
untuk melihat dan membedakan sperma yang hidup dengan yang mati
berdasarkan penyerapannya terhadap zat warna.
Pipet haemacytometer : Pipet untuk mengencerkan atau menurunkan
konsentrasi sel darah merah atau jasad renik, termasuk sperma.
Plastic sealer : Alat untuk merekatkan dua lembar plastik dengan plat logam
panas.
Plastic sheet : Silinder plastik untuk membungkus insemination gun pada
saat pelaksanaan inseminasi pada ternak mamalia dengan semen beku
kemasan straw.
Probe : Batang detektor (pada pH meter) atau batang penyampai arus listrik
(pada Elektroejaakulator).
Pubertas : Tahapan perkembangan kondisi seksual hewan pada saat hewan
mencapai dewasa kelamin (pada manusia = akil balig).
Rarum : Kriteria kepadatan sperma yang memiliki jarak antar kepala satu
setengah panjang kepala sperma sampai satu sel sperma keseluruhan.
Recto-vaginal : Salah satu metode pelaksanaan deposisi semen pada
ternak mamalia besar dengan jalan memegang cervix uteri dengan sebelah
tangan melalui rectum dan tangan satu lagi memasukkan aplikator melalui
vagina.
Rectum : Bagian ujung belakang saluran pencernaan ternak ruminansia
(mamalia), sebelum anus.
Semen : Air mani. Cairan yang dikeluarkan oleh alat kelamin jantan pada
saat perkawinan alam atau ditampung secara buatan.
Semi densum : Kriteria kepadatan sperma yang memiliki jarak antar kepala
sama dengan satu kali panjang kepala sperma.
Service crate : Kandang kawin.
Speculum : Duck bill atau cocor bebek. Alat dari logam yang digunakan
untuk menguakan vagina.
Straw : Jerami. Tabung plastik kecil untuk mengemas semen beku.
Vagina tiruan : Alat untuk melakukan penampungan semen hewan mamalia
yang terdiri dari selongsong luar yang keras yang dinding dalamnya dilapisi
selongsong karet tipis (inner liner) tempat memasukan air hangat dan udara,
corong karet, dan tabung penampung semen.
Vaginoscope : Tabung logam yang ujung depannya dilengkapi lampu,
disisipkan ke dalam lubang vagina untuk melihaat kedaan bagian dalam
vagina

SAPI TIDAK BUNTING MESKI SUDAH DI INSEMINASI BUATAN (IB)

Sapi tidak bunting meski sudah di IB dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :

1.

Peternak dan Operator IB
2.

Kualitas Semen
3.

Hewan Betina

1. Peternak dan Operator IB

Keberhasilan inseminasi buatan sangat ditentukan oleh kemampuan dari peternak dalam hal deteksi estrus, sebab dengan deteksi estrus yang tepat dapat membantu operator IB dalam menentukan waktu yang tepat dalam melakukan inseminasi buatan. Ada beberapa cara untuk detaksi estrus antara lain dengan :

*

Melihat adanya leleran lendir pada vulva
*

Menggunakan teaser
*

Sistem recording yang baik

Operator IB selain berperan dalam menentukan waktu yang tepat untuk melakukan IB, operator juga harus berpengalaman dalam penanganan semen dan juga penempatan semen kedalam saluran reproduksi sapi betina. Tempat terbaik untuk menempatkan semen adalah di corpus uteri kira-kira 3 cm di depan cervik uteri.

2. Kualitas Semen

Kualitas semen yang baik untuk IB adalah konsentrasinya 25 juta untuk semen beku dan juga Post Thawing Motility (PTM) nya 40 % selain itu spermatozoanya tidak mengalami abnormalitas. Spermatozoa yang mempunyai bentuk abnormal menyebabkan kehilangan kemampuannya untuk membuahi sel telur dalam tuba falopii. Untuk itu semen dievaluasi secara periodik selam 6 bulan. Semen yang kualitasnya baik akan meningkatkan keberhasilan dari inseminasi buatan.

3. Hewan Betina

Pada dasarnya kegagalan dari inseminasi buatan adalah adanya gangguan pada hewan betinanya baik itu adanya kelainan anatomi saluran reproduksi, gangguan hormonal dan juga abnormalitas sel telur.

3.1. Kelainan anatomi saluran reproduksi

Kelainan anatomi dapat bersifat genetik maupun nongenetik. Kelainan anatomi saluran reproduksi ini ada yang mudah diketahui secara klinis dan ada yang sulit untuk dideteksi, sehingga sulit didiagnosa. Termasuk pada kelompok kedua yang sulit didiagnosa adalah :

*

Tersumbatnya tuba falopii
*

Adanya adhesio antara ovarim dengan bursa ovarium
*

Lingkungan dalam uterus yang kurang serasi
*

Fungsi yang menurun dari saluran reproduksi

Yang paling sering dijumpai pada kelompok ini adalah adanya penyumbatan pada tuba falopii. Penyumbatan ini menyebabkan sel telur yang diovulasaikan dari ovarium gagal mencapai tempat pembuahan yaitu di ampula dan sel mani juga terhalang untuk mencapai tempat pembuahan, sehingga proses pembuahan gagal. Tuba falopii yang buntu dapat berbentuk :

*

Adhesio dinding tuba
*

Adhesio antara ovarium dengan bursa ovarii
*

Salpingitis baik akut maupun kronis
*

Hidrosalping
*

Kista pada saluran tuba
*

Piosalping
*

Hipoplasia tuba falopii yang bersifat genetik
*

Populasi m.o yang terlalu banyak di dalam uterus, serviks atau vagina

3.2. Gangguan hormonal

Adanya gangguan pada sekresi hormon gonadotropin (FSH dan LH) dan hormon estrogen akan menyebabkan terjadinya kegagalan fertilisasi. Kasus-kasus seperti silent heat (birahi tenang) dan subestrus (birahi pendek) disebabkan oleh rendahnya kadar hormon estrogen, sedangkan untuk kasus delayed ovulasi (ovulasi tertunda), anovulasi (kegagalan ovulasi) dan sista folikuler disebabkan oleh rendahnyanya kadar hormon gonadotropin (FSH dan LH).

a. Kadar estrogen yang rendah

Rendahnya kadar estrogen dalam darah karena defisiensi nutrisi : β karotin, P, Co dan berat badan yang rendah akan menyebabkan kejadian silent heat dan subestrus padi sapi. Kejadian in sering terjadi pada sapi post partus. Pada kasus silent heat, proses ovulasi berjalan secara normal dan bersifat subur, tetapi tidak disertai dengan gejala birahi atau tidak ada birahi sama sekali. Diantara hewan ternak, silent heat sering dijumpai pada hewan betina yang masih dara, hewan betina yang mendapat ransum dibawah kebutuhan normal, atau induk yang sedang menyusui anaknya atau diperah lebih dari dua kali dalam sehari. Sedang pada kejadian sub estrus, proses ovulasinya berjalan normal dan bersifat subur, tetapi gejala birahinya berlangsung singkat / pendek (hanya 3-4 jam). Sebagai predisposisi dari kasus silent heat dan sub estrus adalah genetik.

Hormon LH pada kejadian silent heat dan sub estrus mampu menumbuhkan folikel pada ovarium sehingga terjadi ovulasi, tetapi tidak cukup mampu dalam mendorong sintesa hormon estrogen oleh sel granulosa dari folikel de Graaf sehingga tidak muncul birahi.

b. Kadar hormon gonadotropin yang rendah (FSH dan LH)

Rendahnya kadar hormon LH dalam darah dapat menyebabkan terjadinya delayed ovulasi (ovulasi tertunda) dan sista folikuler. Karena rendahnya kadar LH, fase folikuker diperpanjang sehingga yang seharusnya folikel mengalami ovulasi dan memasuki fase luteal tertunda waktunya atau tidak terjadi sama sekali. Gejala yang nampak dari kasus ini adalah kawin berulang (repeat bredeeer).

Pada kasus anovulasi (kegagalan ovulasi), folikel de Graaf yang sudah matang gagal pecah karena ada gangguan sekresi hormon gonadotropin yaitu FSH dan LH.

3.3. Abnormalitas sel telur

Ketidakseimbangan hormon-hormon reproduksi dapat mengganggu proses ovulasi. Ovulasi yang tidak normal dapat menghasilkan sel telur yang tidak normal.

Beberapa bentuk abnormal dari sel telur adalah :

*

Degenerasi sel telur
*

Zona pelusida yang sobek atau robek
*

Sel telur yang muda
*

Sel telur yang bentuknya gepeng, oval (lonjong)
*

Mini egg cell dan giant egg cell

Adanya abnormalitas pada sel telur akan menyebabkan kegagalan pada proses fertilisasi sehingga sapi yang telah di IB tidak bunting.

Cara Mengetahui Sapi Betina Bunting (di Pasar Hewan)

Secara garis besar ada dua indikasi dalam menentukan kebuntingan pada hewan betina yaitu :

1.

Indikasi kebuntingan secara eksternal
2.

Indikasi kebuntingan secara internal (Pemeriksaan per rektum)

Indikasi kebuntingan secara eksternal jangan dijadikan patokan baku kebuntingan, karena beberapa hewan dapat memperlihatkan anomali walaupun memperlihatkan tanda tersebut. Diagnosa pasti kebuntingan hanya dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan per rektum.

1. Indikasi kebuntingan secara eksternal, meliputi :

a. lewat catatan/ recording

b. adanya anestrus

c. pembesaran abdomen sebelah kanan secara progresif

d. berat badan yang meningkat

e. adanya gerakan fetus

f. gerakan sapi melambat

g. bulunya mengkilat

h. sapi menjadi lebih tenang temperamennya

i. kelenjar air susu membesar secara progresif.

2. Indikasi kebuntingan secara internal

Dapat dilakukan secara per rektum. Cara ini lebih mudah, praktis, murah dan cepat. Dapat dilakukan setelah 50-60 hari perkawinan. Dengan cara ini dapat ditentukan adanya :

1.

perubahan pada kornu uteri
2.

adanya kantong amnion
3.

adanya pergelinciran selaput janin
4.

adanya fetus
5.

adanya plasentom dan fremitus

Jika kita ada di pasar hewan dan disuruh memilikan sapi yang bunting cara yang dapat kita lakukan adalah dengan melihat kondisi fisik dari sapi, lalu melakukan tanya jawab dengan pedagang yang sapinya menunjukan gejala bunting tentang catatan siklusnya/perkawinannya, dan untuk pastinya dengan pemeriksaan per rektum jika diijinkan oleh pedagangnya.

sumber : http://jogjavet.wordpress.com/2008/03/18/sapi-tidak-bunting-meski-sudah-di-inseminasi-buatan-ib/